Mengenai Saya

Foto saya
SAMARINDA, EAST BORNEO, Indonesia
Nama saya Abd. Wahab Syahrani,lahir di Sebuah desa hampir ujung laut Kab.Berau Kaltim, Nama Desanya Talisayan tanggal 30 April 1979. Nama ayah saya H.Syahran, dan nama Ibu saya Nur Ilham. saya anak bungsu dari 4 bersaudara. Kakak sulung saya bernama Lia, yang kedua Iin, dan yang ketiga Wawan.... Alhmadulillah Februari 2005 saya menikah dengan seorang wanita sholihah berdarah Palembang-Yogya bernama Diah Rakhmah Sari, sekarang atas karunia Allah diberikan amanah 2 org anak, yang kakak laki2 bernama Muhammad Dzakwan Althof dan yang kedua seorang putri bernama Naurah Alya Mukhbita...

Sabtu, 15 Januari 2011

IMPLIKASI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kenyataan pendidikan di Indonesia memang masih memprihatinkan. Kita boleh berbangga dengan masuknya beberapa Universitas ternama sebagai bagian dari 500 Universitas ternama di dunia namun di sisi lain, masih sangat banyak warga bangsa ini yang tidak mendapatkan pendidikan secara layak. Fasilitas pendidikan yang tidak merata, pelayanan di dunia pendidikan yang belum merata dan cenderung terfokus ke pusat-pusat pendidikan di kota-kota besar adalah kenyataan yang dihadapi setiap hari.Pendidikan adalah hal yang menjadi hak asasi manusia, siapapun dia. Oleh karena itu, aktifitas pendidikan adalah aktifitas seumur hidup.
Dalam perkembangannya, pendidikan mendapatkan beberapa pendasaran guna memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apa dan bagaimana itu pendidikan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, Kami mencoba membahas tentang salah satu pendekatan filosofis terhadap pendidikan, yaitu idealisme sebagai sistematika filsafat dan Implikasi Idealisme dalam Pendidikan.

Bahasan terhadap pendekatan ini akan dilakukan dalam beberapa aspek, yaitu metafisika, epistemologis dan aksiologis. Dari aspek-aspek tersebut dapat ditarik kesimpulan, bagaimana sebenarnya pendekatan Idealisme terhadap Pendidikan dalam perspektif filosofis. Pendekatan-pendekatan itu pula yang membedakan satu aliran dengan aliran yang lainnya.
  1. Masalah
Permasalahan pendidikan di Indonesia masih banyak dan beragam yaitu kualitas pendidikan yang masih rendah dan pemerataan pendidikan yang sesuai dengan standar pendidikan nasional masih belum tercapai, sehingga ketika pemerintah melaksanakan ujian nasional maka muncul beberapa permasalahan yang tidak seimbang antara kota dan desa terutama daerah-daerah di luar pulau jawa, maka hasil UN di Indonesia tidak seimbang antara perkotaan dengan pedesaan. Hal iu disebabkan oleh belum terpenuhi standar sarana-prasana, standar proses, standar kompetensi guru dan lain-lain

  1. Tujuan
Tulian ini dibuat untuk membedah permasalahan pendidikan di Indonesia dengan melihat Implikasi dan aplikasi filsafat ilmu dalam pendidikan . Jika permasalahan itu dapat diselesaikan maka akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan di Indonesia





BAB II
IMPLIKASI   FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN

  1. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implikasi adalah keterlibatan  Dengan demikian Implikasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah keterlibatan filsafat imu dalam mengembngkan pendidikan
Beberapa ajaran filsafat yang  telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
1.            Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
2.            Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
3.            Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
4.            Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
  1. Konsep Filsafat Umum Idiologis

1.     Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyelurh (komprehensif).
2.     Hakikat Realistis
Para filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual atau ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu pikiran/spirit/roh. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata, sesungguhnya diturunkan dari pikiran/jiwa/roh.
3.     Hakikat Manusia
Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat spiritual/kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa, yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan bagian rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu). Dar ketiga bagian jiwa tersebut akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia bukanlah badannya, melainkan jwa/spiritnya, manusia adalah makhluk berfikir, mampu memilih atau makhluk yang memiliki kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral yang jelas dan bertujuan
4.    
  1. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Beberapa aliran filsafat pendidikan;
1.     Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks.  Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2.     Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme;
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.

3.     Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
Plato adalah generasi awal yang telah membangun prinsip-prinsip filosofi aliran idealis. George WE Hegel kemudian merumuskan aliran idealisme ini secara komprehensif ditinjau secara filosofi maupun sejarah. Tokoh-tokoh lain yang juga mendukung aliran idealisme antara lain Plotinus, George Berkeley, Leinbiz, Fichte, dan Schelling serta Kant. Ilmuan Islam yang sejalan dengan idealisme adalah Imam Al Ghozali.
Konsep dasar Aliran Idealisme
Menurut paham Idealisme bahwa yang sesungguhnya nyata adalah ruh, mental atau jiwa. Alam semesta ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada manusia yang punya kecerdasan dan kesadaran atas keberadaannya. Materi apapun ada karena diindra dan dipersepsikan oleh otak manusia. Waktu dan sejarah baru ada karena adanya gambaran mental hasil pemikiran manusia. Dahulu, sekarang atau nanti adalah gambaran mental manusia. Ludwig NoirĂ© berpendapat "The only space or place of the world is the soul," and "Time must not be assumed to exist outside the soul”.











BAB III
IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU  DALAM PENDIDIKAN

  1. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implementasi adalah penerapan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal.      Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Jadi implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah penerapan filsafat ilmu dalam upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.

  1. Implementasi Terhadap Pendidikan
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunya yang mencerminkan kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education dan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.


      1.           Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
      Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. 
      2.           Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.


      3.           Metode Pendidikan
Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia (Callahan and Clark,1983).
      4.           Peran Guru dan Siswa
Para filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama dengan alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa. Sedangkan siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya”. (Edward J.Power,1982)
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
a.          Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
b.          Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa;
c.          Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
d.         Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid;
e.          Guru menjadi teman dari para muridnya;
f.           Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar;
g.          Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
h.          Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya;
i.            Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
j.            Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya;
k.          Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar;
l.            Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil;
m.        Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi;
n.          Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.




BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu memiliki peranan penting dalam keterlibatan dalam pengembangan imu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan dan implementasinya dalam pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan di dunia ini mengikuti aliran-aliran filsafat pendidikan yang ada yaitu:
1.     Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme
2.     Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme;
3.     Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme













DAFTAR PUSTAKA
1. Ornstein, Alan, C., & Levine, Daniel, U., (ed.), 1988, An Introduction to The Foundation of Education, Houghton Miftin Company: Boston.
2. Palmer, Joy, A., 2001, Fifty Major Thinkers on Education: From Confucius to Dewey, Routledge: London.
3. Provenzo, Eugene, F., & John Philip Renaud (ed.), 2009, Encyclopedia of The Social and Cultural Foundations of Education (vol. 1-3). Sage Publications: London.
4. Unger, Harlow, G., 2007, Encyclopedia of American Education (vol. 1-3), Facts On File Inc.: NY.
5. Winch, Christoper & John Gingell, 1999, Philosophy of Education: The Key Concepts (2nd ed.). Routledge: London.
6. Wakhudin dan Trisnahada. Filsafat Naturalisme. (Makalah) Bandung: PPS-UPI Bandung

LEARNER AUTONOMY

I.        PENDAHULUAN
Thomas L. Friedman dalam bukunya “The World is Flat” menerawang informasi sebagai kapital baru dunia. Dunia digambarkan menjadi semakin horizontal disebabkan oleh makin beragamnya kebutuhan manusia. Berbagai upaya pemenuhan kebutuhan bertumpu pada informasi yang menghubungkan pihak konsumen dengan industri.
Industri secara umum diterima sebagai sekumpulan kegiatan usaha untuk memenuhi sekumpulan kebutuhan. Dalam prosesnya, industri melibatkan pihak konsumen, kebutuhan dan pemasok kebutuhan. Beragamnya kebutuhan manusia tidak lagi terbatas pada produk dan jasa namun juga informasi. Yang terakhir ini kini merupakan hal yang memiliki nilai sangat tinggi.
Era informasi bertumpu pada pengetahuan yang bernilai strategis. Informasi menjadi komoditi yang sangat penting dan bernilai tinggi. Informasi sangat penting karena dengan informasi kebutuhan dapat terpenuhi dengan mudah dan murah. Informasi bernilai tinggi karena memungkinkan terciptanya berbagai inovasi.
Oleh karenanya diperlukan kecakapan informasi atau information literacy agar dapat sukses berkarya dalam era informasi ini. Kecakapan informasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali, memperoleh dan menggunakan dengan maksimal informasi yang dibutuhkan. Ditambahkan pula untuk mendayagunakan informasi seseorang harus menjunjung tinggi kode etik sehingga tidak melanggar hak-hak orang lain. Sebagai contoh pelanggaran kode etik itu adalah plagiarisme atau pelanggaran hak cipta.
Pemanfaatan informasi dan hubungannya dengan kecakapan informasi dapat ditemui hampir di semua lini kehidupan. Seorang pengusaha akan sangat bergantung pada informasi mengenai bagaimana memperoleh bahan baku yang murah, teknologi yang efisien, dan lokasi yang tepat untuk memasarkan produknya. Seorang karyawan akan dinilai kinerjanya berdasarkan kecakapannya mengatasi berbagai tantangan kerja dengan cara yang kreatif dan efektif. Mahasiswa harus memiliki strategi agar informasi yang diterima di bangku kuliah dapat dikembangkan untuk keperluan studi lanjut maupun peluang kerjanya kelak. Kecakapan informasi menjadi hal yang penting untuk diajarkan pada semua orang.
Peran institusi pendidikan untuk mengembangkan kecakapan informasi sangatlah besar. Hal ini dimungkinkan dengan paradigma pendidikan baru yang bertujuan menciptakan pembelajar yang mandiri. Pemerintah melalui Kerangka Pembangunan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPTJP) 2003-2010 menekankan pentingnya peran Pendidikan Tinggi sebagai incubator bagi pembangunan social-ekonomi negri ini. Hal ini berarti universitas di Indonesia wajib memikirkan berbagai inovasi yang menitikberatkan pada penerapan atau pemanfaatan informasi atau pengetahuan bagi kepentingan pembangunan. Oleh karenanya peran institusi pendidikan tinggi di Indonesia adalah untuk menekankan dalam proses pembelajarannya sisi aplikasi dari ilmu yan diajarkan. Hal ini merupakan komponen dasar kecakapan infomasi, yaitu ketrampilan untuk menerapkan dan mengembangkan pengetahuan untuk mendapatkan manfaat yang maksimal.
Sementara itu, UNESCO mendengungkan pentingnya menciptakan pembelajar sepanjang hayat. Dengan ini pendidikan diharapkan tidak hanya terjadi di bangku pendidikan formal, maupun dalam bentuk pembelajaran kolektif. Dengan terbentuknya pembelajaran sepanjang hayat, belajar dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, sepanjang hidup seorang pembelajar. Sifat kemandirian ini sangat penting karena salah satu misi Millenium Development Goals (MDG) adalah untuk memberikan pendidikan bagi setiap orang, atau Education for All. Dengan terbukanya akses pada pengetahuan di era informasi ini, diharapkan tidak ada seorangpun yang tertinggal untuk mendapatkan manfaat dari perkembangan dunia.
Misi untuk memaksimalkan potensi pembelajar melalui pemanfaatan informasi menciptakan pembelajar mandiri. Pembelajar mandiri adalah seseorang yang termotivasi untuk melengkapi diri dengan informasi yang diperlukan, sementara berupaya untuk memperoleh dan memanfaatkan akses ke informasi yang dibutuhkan tersebut. Seseorang yang duduk di bangku kuliah pada saat yang bersamaan dapat menjadi seorang pembelajar mandiri. Hal ini terjadi ketika ia dengan sadar dan aktif mencari berbagai jenis informasi untuk melengkapi atau menambah pengetahuan yang telah diterimanya dalam perkuliahan. Ia menjadi seorang pembelajar mandiri yang mampu mengelola peluang yang tersedia untuk menjadi lebih berpengetahuan dan trampil di bidang ilmu datau keahliannya.
Menurut Gardner dan Muller dalam bukunya “Establishing Self-Access” pembelajaran otonom ditandai dengan bertumpunya proses pembelajaran pada kebutuhan pembelajar. Oleh sebab itu, diperlukan peran aktif pembelajar untuk mengetahui kebutuhannya akan pengetahuan. Yang juga termasuk dalam kebutuhan adalah harapan dan keinginan pembelajar di masa datang. Hal ini penting karena pemajanan (exposure) informasi atau pengetahuan harus berkesesuaian dengan fungsi aplikatif dari informasi tersebut. Dengan demikian, ilmu atau informasi yang didapat adalah yang sesuai dengan kebutuhan dan data langsung dimanfaatkan oleh pembelajar.
Oleh sebab itu, di era informasi ini, perlunya pembelajaran mandiri tidaklah dapat terelakkan. Pembelajaran mandiri dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah dengan menciptakan berbagai akses ke informasi yang dibutuhkan. Terciptanya Self-Access Centers, yang menyediakan berbagai materi dan referensi untuk belajar mandiri, merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap pembelajaran mandiri. Di sini, siswa dapat mendalami pokok bahasan tertentu dengan memanfaatkan referensi, lembar kerja ataupun fasilitas multi-media yang ada.
Salah satu contoh Self-Access Centers yang telah berdiri di banyak universitas dan pendidikan tinggi di Indonesia adalah yang dimanfaatkan untuk pembelajaran bahasa asing. Mahasiswa yang datang dapat belajar sesuai dengan kebutuhan ketrampilan bahasa yang diinginkan. Mahasiswa dapat mengatur sediri kecepatan belajar, yaitu jumlah jam dan intensitas belajar menggunakan bahan-bahan ajar yang tersedia di unit ini.
Bentuk dukungan lain adalah tersedianya pembelajaran yang bersifat online. Dengan cara pembelajaran jarak jauh ini siswa mendapat kemudahan untuk belajar di mana saja dengan pemanfaatan akses Internet. Pembelajaran jarak jauh menjadi salah satu kunci percepatan pembelajaran mandiri di era informasi ini. Dengan tersedianya akses yang luas, pembelajar dapat benar-benar meraih otonomi bagi pembelajarannya.
Peran pengembang institusi pendidikan tinggi akan sangat signifikan bila peluang ini dimanfaatkan dengan baik. Era informasi telah menciptakan revolusi pembelajaran. Hasilnya institusi pendidikan bukan menjadi sumber utama bagi tersedianya informasi. Lebih jauh, institusi pendidikan juga harus mampu menawarkan berbagai peluang bagi pembelajaran mandiri. Dengan pemanfaatan teknologi yang baik, pembelajaran mandiri akan berjalan dengan maksimal.

II.                  APA ITU OTONOMI PELAJAR DAN BAGAIMANA ITU DIPELIHARA?
 Selama dua dekade terakhir, konsep otonomi pelajar dan kemerdekaan  telah mendapatkan momentum, yang pertama menjadi 'buzz-kata' dalam konteks bahasa belajar. Hal ini disangkal bahwa salah satu yang paling penting spin-off dari lebih berorientasi bahasa komunikatif belajar dan mengajar telah menjadi premi ditempatkan pada peran pelajar dalam proses pembelajaran bahasa . pergeseran Fokus tanggung jawab dari guru untuk peserta didik tidak ada dalam ruang hampa, tetapi adalah hasil dari suatu Rangkaian perubahan kurikulum itu sendiri terhadap jenis yang lebih berpusat  pada belajar.
“ pelajar otonom, yaitu diharapkan untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar, dan bertanggung jawab atas, pembelajaran mereka sendiri. Namun, otonomi pelajar tidak berarti bahwa guru menjadi berlebihan,  dalam proses pembelajaran bahasa.
Untuk  maksud dan tujuan, para pelajar otonom mengambil  peran aktif dalam proses pembelajaran, menghasilkan ide dan availing bagi dirinya dari kesempatan belajar, bukan hanya bereaksi terhadap berbagai rangsangan guru. pelajar otonom adalah pembuat-diaktifkan diri makna, agen aktif dalam proses pembelajaran itu sendiri. Dia tidak satu hal yang hanya terjadi, ia adalah orang yang, dengan kehendaknya sendiri, menyebabkan hal untuk terjadi. Belajar dilihat sebagai hasil-nya sendiri dimulai interaksi diri dengan dunia.

III.      LEARNING AUTONOMY ( Pembelajar otonomi)
Pembelajaran Otonomi sebagai pembelajaran bahasa dan telah menempatkan pelajar sebagai pusat perhatian kita dalam pendidikan bahasa belajar.
 "otonomi pelajar" istilah ini pertama kali diciptakan dan  Beberapa definisi yang paling terkenal dalam literatur ini adalah:
§  "Otonomi adalah kemampuan untuk bertanggung jawab sendiri belajar satu '(Henri Holec [1] )
§  'Otonomi pada dasarnya adalah masalah hubungan psikologis peserta didik untuk proses dan isi pembelajaran "(David Little)
§  "Otonomi adalah sebuah situasi di mana pelajar benar-benar bertanggung jawab atas semua keputusan yang terkait dengan nya [atau nya] belajar dan pelaksanaan keputusan itu '.(Leslie Dickinson)
§  "Otonomi adalah pengakuan atas hak-hak peserta didik dalam sistem pendidikan '. (Benson Phil)
Salah satu aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan Learner Otonomi adalah:
1.     apakah kita melihatnya sebagai alat untuk mencapai tujuan (belajar bahasa asing)
2.      sebagai tujuan itu sendiri (membuat orang pelajar otonom).
Kedua opsi ini tidak mengecualikan satu sama lain, keduanya bisa menjadi bagian dari pandangan kita terhadap bahasa belajar atau belajar pada umumnya.
 Banyak definisi telah  diberikan , tergantung pada penulis, konteks, dan tingkat pendidik.
Prinsip-prinsip otonomi didik dapat diartikan sebagai berikut :
·      Otonomi berarti memindahkan fokus dari mengajar untuk belajar.
·      Otonomi affords kemungkinan pengaruh maksimal kepada peserta didik.
·      Otonomi mendorong dan kebutuhan dukungan sebaya dan kerjasama.
·      Otonomi berarti memanfaatkan diri / penilaian sejawat.
·      Otonomi membutuhkan dan memastikan diferensiasi 100%.
·      Otonomi hanya dapat dilakukan dengan logbooks siswa yang merupakan dokumentasi belajar dan alat refleksi.
·      Peran guru sebagai pendukung perancah dan menciptakan ruang bagi pengembangan otonomi sangat menuntut dan sangat penting.
·      Otonomi berarti memberdayakan siswa, namun kelas bisa membatasi, demikian pula aturan catur atau tenis, tetapi penggunaan teknologi dapat mengambil mahasiswa di luar strictures dari kelas, dan siswa dapat mengambil dunia luar ke dalam kelas.


IV. CIRI PEMBELAJAR MANDIRI
Salah tujuan pendidikan yang menantang adalah mengantarkan anak-anak menjadi pembelajar mandiri (independent learner). Pembelajar mandiri bukanlah berarti anak hanya belajar sendiri tanpa membutuhkan guru atau orang lain. Tetapi, pembelajar mandiri selalu memiliki dorongan internal untuk belajar dan bertanggung jawab atas proses belajar yang dijalaninya.
Menurut M. Knowles, penulis buku “Self-Directed Learning: A Guide for Learners and Teachers”, proses belajar mandiri adalah "a process in which individuals take the initiative, with or without the help of others," to diagnose their learning needs, formulate learning goals, identify resources for learning, select and implement learning strategies, and evaluate learning outcomes.
Berikut ini beberapa ciri dari pembelajar mandiri, yang dalam konteks homeschooling menjadi sebuah tantangan untuk direalisasikan:

Dorongan Internal
Belajar bukanlah kewajiban, tetapi bagi pembelajar mandiri adalah sebuah kebutuhan dan hal yang menyenangkan sekaligus menantang. Seorang pembelajar mandiri adalah seorang yang senang berinisiatif. Dia tidak menunggu seseorang (guru atau orangtua) ataupun dorongan eksternal untuk melakukan proses belajar yang diinginkannya.

Berorientasi Tujuan
Banyak tujuan belajar, mulai sekedar untuk mengetahui, menambah wawasan, menguasai ketrampilan, serta tujuan-tujuan lainnya. Seorang pembelajar mandiri tahu apa yang ingin dicapainya. Dia tak hanya melakukan standar minimum tugas/pekerjaan yang dibebankan kepadanya, tetapi mencari cara dan kepuasan pribadi dalam proses penyelesaian tugas dan standar tugas yang ingin diraihnya.

Terampil mencari Bahan Belajar
Untuk menuju tujuan belajar yang ingin diraihnya, pembelajar mandiri memiliki ketrampilan untuk mencari bahan belajar yang diinginkannya. Bukan berarti dia menguasai seluruh informasi, tetapi dia tahu dari mana harus memulai belajar. Seandainya pun dia tidak mengetahuinya, dia tahu bagaimana mencarinya, ke mana dia mencari, atau kepada siapa dia bertanya.

Pandai Mengelola Diri (Self-management)
Seorang pembelajar mandiri mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dia tahu, dengan metode atau strategi belajar seperti apa yang paling efektif untuk dirinya. Dia pun bisa mengatur jadwal yang paling sesuai untuk dirinya. Termasuk di dalam pengelolaan diri adalah kemampuan melakukan evaluasi atas proses yang dilakukannya dan bersikukuh untuk terus menyelesaikan proses belajar yang dijalaninya hingga tuntas.
Beberapa ciri pembelajar mandiri di atas bukanlah sekedar ideal atau utopia. Dengan perencanaan pendidikan yang tepat di dalam homeschooling, kita dapat mendorong anak-anak dan mengantarkan mereka menjadi pembelajar mandiri. Dengan menjadi pembelajar mandiri, anak-anak dapat belajar apapun yang mereka butuhkan sepanjang kehidupannya. Dalam homeschooling, tantangan yang dihadapi orangtua adalah memperhatikan indikator-indikator tersebut dalam rancangan homeschoolingnya. Belajar bukan sekedar bisa mengerjakan tes dan menguasai mata pelajaran, tetapi ada tujuan-tujuan kultural yang dituju untuk kepentingan jangka panjang anak.

V.        KEUNTUNGAN PEMBELAJAR MANDIRI
Untuk meraih Keuntungan dari Pembelajar Mandiri (Learner Autonomy) kita dapat melakukan hal-hal berikut :
·         Cari sumber-sumber informasi yang terpercaya
·         Rancangkan jadwal pembelajaran yang bisa diterapkan
·         Manfaatkan teknologi mutakhir yang tersedia, misalnya e-books ketimbang buku cetak, website dengan materi yang dapat didownload secara gratis

VI.      KESIMPULAN
-          Otonomi pembelajar dan itu bukan konsep yang mutlak.tetapi menyatakan bahwa peserta didik datang ke situasi belajar dengan pengetahuan dan keterampilan untuk merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pembelajaran mereka.
-          Otonomi pelajar adalah ideal
-          Belajar mandiri tidak mirip dengan "pembelajaran yang tak terkendali." Harus ada seorang guru yang akan menyesuaikan sumber daya, materi, dan metode untuk kebutuhan peserta didik. 
-          Otonomi Learner membangun kesadaran, dan mengidentifikasi strategi, kebutuhan, dan tujuan sebagai seorang pembelajar.
-          Learner Otonomy memiliki kesempatan untuk kembali melakukan pendekatan dan prosedur untuk belajar lebih optimal.
-          Otonomi pelajar adalah untuk intervensi pendidikan, harus diakui bahwa itu memakan waktu lama untuk mengembangkannya.

VII.    REFERENSI

Usman, Moh. Uzer, 2000. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung

Yusuf, A. Muri, 1982, Pengantar Ilmu Pendidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta

Sumber: Blog sukarni dhm