Mengenai Saya

Foto saya
SAMARINDA, EAST BORNEO, Indonesia
Nama saya Abd. Wahab Syahrani,lahir di Sebuah desa hampir ujung laut Kab.Berau Kaltim, Nama Desanya Talisayan tanggal 30 April 1979. Nama ayah saya H.Syahran, dan nama Ibu saya Nur Ilham. saya anak bungsu dari 4 bersaudara. Kakak sulung saya bernama Lia, yang kedua Iin, dan yang ketiga Wawan.... Alhmadulillah Februari 2005 saya menikah dengan seorang wanita sholihah berdarah Palembang-Yogya bernama Diah Rakhmah Sari, sekarang atas karunia Allah diberikan amanah 2 org anak, yang kakak laki2 bernama Muhammad Dzakwan Althof dan yang kedua seorang putri bernama Naurah Alya Mukhbita...

Jumat, 26 November 2010

TUGAS RESUME BUKU PARADIGMA HOLISTIK


HEGEMONI PARADIGMA CARTESIAN


  1. Pengertian Paradigma Cartesian-Newtonian
Paradigma sebagai seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan hokum-hukum seta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu komunitas ilmiah.
Istilah paradigma dalam frase ‘paradigma Cartesan-Newtonian’ dalam makna yang lebih luas. Paradigma ini tidak hanya berlaku pada komunitas ilmiah, melainkan bekerja pada masyarakat modern umumnya. Paradigma disini berarti suatu pandangan dunia atau cara pandang yang dianut secara pervasive danterkandung di dalamnya asumsi-asumsi otologis, episstomologis tertentu, visi realitas, dan system nilai

  1. Asumsi Paradigma Caretseian-Newtonian
  1. Pemikiran Descartes
Rene Decscartes (1596-1650) dikenal sebagai Bapak Filsafat Modern. Julukan ini menunjukkan pengakuan dunia terhadap pengaruh besar Descartes terhadap terbentuknya kesadaran modern di Eropa pada abad ke-17 M. Menyusul hegonomi Eropa atau Barat terhadap dunia sejak itu, maka kesadaran modern Cartesian itupun bekembang menjadi kesadaran dunia global.
Untuk mencapai pengetahuan universal Descartes menggunakan meted universal yang memberi pendasaran bagi kesatuan ilmu-ilmu. Ia membuat empat tahapan atau prinsip.
Pertama, jangan pernah menerima apapun sebagai benar ha;-hal yang tidak diketahui secara jelas dan terpilah, dan hindari ketergesa-gesaan dan prasangka.
Kedua, membagi setiap kesulitan yang akan diuji atau diteliti menjadi bagian-bagian sekecil mungkin agar dapat dipecahkan lebih baik.
Ketiga, menata urutan pikiran mulai dari obyek yang paling sederhana dan paling mudah untuk dimengerti, kemudian maju sedikit demi sedikit menurut tingkatanny sampai pada pengetahuan yang lebih kompleks.
Upaya Descartes untuk mematematisasi alam mendorongnya untuk berkesimpulan bahwa alam raya tidak lain adalah sebuah mesin raksasa. Dalam pandangan Descartes, alam bekerja sesuai dengan hokum-hukum mekanik, dan segala sesuatu dalam alam materi dapat diterangkan dalam Pengertian tatanan dan gerakan dari bagian-bagiannya. Tidak ada tujuan, kehidupan, dan spiritual dalam alam semesta.
Bagi Descartes, segala sesuatu’yang jelas dan terpilah adalah kebenaranKonsekueni dari dalil ini bermuara kepada pembedaan yang mencolok antara rasio dengan tubuh; substansi rasio adalah pemikiran, sedang substansi tubuh adalah berkeluasaan.
Keterpilahan pemikiran dengan tubuh ini menjadi konsep sentral ontology dan epistomologi Descartes yang dikenal dengan paham dualisme. Dualisme ini pada gikirannya menciptakan pola piker yang serba dikotomis atau logika biner. 
Berdasarkan uraian di atas ternyata pemikiran Decartes sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan karena mendorong manusia untuk berpikir kritis, namun pemikiran Decartes dapat mempercepat kerusakan bumi sebab ia berpendapat alam tidak ada spiritual, tidak ada kehidupan sehingga dapat dimanfaatka oleh manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya.
2.                   Pemikiran Newton
Newton lahir tepat pada tahun wafatnya Galileo, yaitu tahun 1642, dan tepat seratus tahun setelah publikasi karya Copernicus De Revolutionibus, satu tahun sesudah Descartes memplubikasikan Meditationes dan dua tahun sbelum publikasi Princpia Philosophia.
Guna lebih memahami bntuk intetis yang dilakukan Newton diperlukan sedikit pemgetahuan latar belakang dan pemikiran ilmiah dan filosofis sebelumnya. Untuk itu, kita paparkan sekilas pemikiran dan prestasi ilmiah beberapa tokoh yang dianggap ikut melakukan Revolusi ilmiah, yaitu Copernicus, Kepler, Galileo, dan Bacon; diluar Descartes dan Newton..
Copernicus (1473-1543) merintis Revolusi Ilmiah dengan mengubah pandangan manusia terhadap tatanan cosmos dari geosentris ke heliosentris; bahwa bumi dan planet-planet mengelilingi matahari. Bumi tidak lagi menjadi pusat alam semesta, tetapi hanya sebagai salah satu sekian planet yang mengelilingi sebuah bintang kecil di ujung galaksi, dan manusia didepak dari kedudukan sebagai gambaran sentral dari ciptan Tuhan
Johannes Kepler (1571-1626) mendukung system Cpernucus dengan merumuskan hokum-hukuempiris tentang gerak planet. Kepler mungki orang pertama yang mengganti teologi langt Skolastisisme dengan fisika langit. Ia menganggap benda-benda angkasa tidak berkehidupan dan lembab tak berdaya. Ia menolak hirarki langit dan menganggapnya sebagai isotropis, demikian pula dengan bumi
Galileo (1546-1642) yang berhasil meetapkan hipotesis Copernicus menjadi teori ilmiah yang diterima secara umum oleh ilomuwan. Ia juga orang pertama yang memadukan percobaan ilmiah dengan bahasa matematika untuk merumskan hokum-hukum alam yang ditemukannya seperti pada gerak jatuh dan hokum bintang jatuh.
Galileo mentransformasikan buku tentang alam, yang telah dianggap oleh muslim, Yahudi, dan Nasrani berabad-abad sebagai’tanda-tanda Tuhan, kedalam sebuah buku matmatika yang dipahami oleh pengetahuan matematis bawaan yang dipahami oleh manusia
Francis Bacon (1561-1626) tercatat sebagai tokoh Revolusi Ilmiah yang mengntroduksi metode eksperimental dalam metode keilmuan. Ia sangat menekankan metode induksi-empiristik dan menjadikan satu-satunya sebagai metode ilmiah yang sahdalam pengembangan ilmu. Ia menulis Novum Organum (Metode Baru) sebagai tandingan dan serangan terhadap logika deduktif Aristotelean yng terdapat pada karya Organom.
Sikap dominasi terhadap alam lebih nampak pada Bacon yang terkenal dengan pernyataannya Pengetahuan adalah kekuasaan. Bacon memimpikan sebuah Negara yang berteknologi tinggi yang aman dan makmur seperti karyanyayang terkenal “The New Atlantis.
Bacon sangat ppuler dengan sikap pragmatis-fungsional terhadap ilmu. Baginya ilmu hanya bermakna jika dapat diterapkan secara praktis. Bacon berperan penting dalam mempopulerkan sains baru yang lebih berperan sebagai pencarian kekuasaan guna mendominasi alam daripada memahami alam, sedemikian rupa sehingga berakibat pada pemaksaan alam untuk melayani kepentingan material manusia.
Isaac Newton (1642-1727) lahir untuk merangkum seluruh prestasi dan karya ilmiah yangtelah dicapai oleh tokoh-tokoh dimuka: Copernicdus, Kepler, Galileo, dan Bacon. Dalam principia ia menyokong system Copernicus, menjelaskan hokum-hukum gerak planet Kepler, dan menggabungkan dan memperluas karya Galileo tentang gerak. Tentu saja sintesis-kreatif itu dilakukan dt atas jalan pendasaran filsafat dan kesadaran modern yang telah dibangun oleh Descartes, bapak Pemikiran Modern.
Newton menggabungkan mimpi visioner rasionalisme Descartes dan visi empirisme Bacon agar dapat ditransformasikan ke  dalam kehidupan nyata melaui peletakan dasar-dasar mekanika. Ia memadukan Copernicus, Kepler, dan Galileo di bawah asumsi kosmologis Descartesian yang mekanistik, atomistic, determenistik, linier, dan serbakuantitatif, dan pada saat yang sama, ia menerapkan met0de eksperimental-induktif Baconian
Sesuai dengan pandangan mekanistik Cartesan, Newton mereduksi semua fenomena fisik menjadi gerak partikel benda, yang disebabkan oleh kekuatan yang tarik menarik, kekuatan grafitasi. Pengaruh kekuatan ini pada partikel atau obyek benda lain digambarkan secara matematis oleh persamaan gerak Newron, yang menjadi dasar mekanika klasik.
Berdasarkan uraian di atas ternyata lahirnya ilmuwan modern karena pengaruh pemikiran Decartes yang ingin melanjutkan usaha-usaha dalam imu pengetahuan dengan tingkat aplikasi sehingga ilmu itu dapat bermanfaat bagi manusia. Newton memulai dalam pengaplikasian ilmu pengetahuan sehingga berhasil menemukan teori-teori baru dalam bidang fisika kemudian diikuti oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya.

  1. Asumsi-Asumsi Paadigma Caretseian-Newtonian
  1. Subjektivisme-Antroposentristik
Prinsip pertama ini memperesantasikan modus khas kesadaran modernisme bahwa manusia merupakan pusat dunia. Kesadaran subjektivisme dengan sangat kental dicanangkan oleh Bapak Filsafat Modern, Rene Descartes
  1. Dualisme
Penganut paradigma Crtesian-Newtonian membagi realitas menjadi subjek dan objek, manusia dan alam, dengan menenpatkan subjek atas objek
Dualisem ini juga meliputi pemisahan yang nyata antara kesadaran dan materi, antara pikiran dan tubuh, antara jiwa cogitans dan benda exensa, serta antara nilai dan fakta.Pemisahan Cartesan antara akal dan tubuh atau antara kesadaran subjek dan realitas eksternal telah menimbulkan pengaruh yang luar biasa pada pemikiran barat yang pada gilirannya juga terhadap pemikiran dunia modern.

  1. Mekanistik-Determenistik
Paradigma Caresan-Newtonian ditegakkan atas dasar asumsi krosmologis bahwa alam raya merupakan sebuah mesin raksasa yang mati, tidak bernyawa, dan statis. Bahkan bukan alam raya saja, segala sesuatu yang di lua kesadaran subjek dianggap sebagai mesin yang bekerja menurut hokum-hukum matematika yang kuantitatif, termasuk tubuh manusia. Ini merupakan konsekuensi alamiah dari paham dualisme yang seolah-olah ‘menghidupkan’ subjek ‘mematikan’ objek. Karena subjek hidup dan sadar, sedangkan objek berbeda secara diametral dengan subjek, maka objek haruslah mati dan tidak berkesadaran.
Sesuai dengan paham mekanistik, paradigma Cartesan-Newtonian menganggap realitas dapat dipahami dengan menganalisis dan memcah-mecahnya menjadi bagian-bagian kecil, lalu dijelaskan dengan pengukuran kuantitatif. Hasil penyelidikan dari bagian-bagian kecil itu lalu digeneralisir untuk keseluruhan. Alam semesta termasuk manusia, dipandang bsebagi mesin besar yang dapat dipahami dengan menganalisis bagian-bagiannya. Hal ini sesuai dengan sesuai dengan metode universal Descartes yang terdiri dari empat tahap. Setelah bersikap kritis-skeptis terhadap realitas pada tahapan pertama, lalu dilanjutkan tahapan analisis dengan memecah realita yang hendak dipahami menjadi unit-unit terkecil. Kemudian , setelah itu dihabungkan dan dijumlahkan kembali.

  1. Reduksionisme-Atomistik
Selaras dengan pandangan mekanistik-determenistik paradigma Cartesan-Newtonian mengandung paham reduktsionisme-atomistik. Alam semesta semata-mata dipandang sebagai mesin yang mati tanpa makna simbolik dan kualitatif, tanpa nilai, tanpa cita rasa etis dan estetis. Alam betul-betulo hampa dan kosong dari nilai spiritualitas.

  1. Intrumentalisme
Modus berpikir dalam sains modern adalah berpikir instrumentalistik. Kebenaran suatu pengetahuanatau sains diukur dari sejauh mana ia dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan material dan praktis.
  1. Materialisme-Saintisme

Sebagai konsekuensi alamiah dari pandangan dualism, mekanistik-determenistik, atomisme, dan instrumentalistik yang dikandung, paradigma Cartesan-Newtonian juga bertendensi kuat untuk menganut paham materialisme-saintisme Newton mempunyai pandangan bahwa Tuhan pertama-tama menciptakan partikel-partikel benda, kekuatan-kekuatan antar partikel, dan hokum gerak dasar. Setelah tercipta, alam semesta terus bergerak seperti sebuah mesin yang diatur oleh hokum-hukum determenistik, dan Tuhan tidak diperlukan lagi kehadiranNya dalam kosmos ini
Berdasarkan uraian di atas paradigma Cartesan-Newtonian sangat berpengaruh dalam melahirkan paham materialisme –saintisme dengan pandangan setelah Tuhan menciptakan alam maka Tuhan tidak diperlukan kehadiranNya. Kami berpendapat hal tersebut kurang dapat diterima karena secara logika kalau ada orang yang membuat benda maka yang bisa merawat dengan baik adalah yang membuat tersebut, kemudia Paham Newtonian mengesampingkan spiritual.

  1. Proses Hegomonisasi Paradigma Carteseian-Newtonian
  1. Perpestik Historis
Peradaban Modern:
Pembentukan Subjetivitas Manusia
Peradaban modern bermula dan petualangan manusia Eropa untuk mencanangkan kedaulatan dirinya atas segenap kehidupannya di dunia. Mereka berpetualang mencari jati dirinya, hakikat eksistensi kemanusiaannya. Dengan berpangkal pada akal budinya, manusia modern mencari jati diriny melalui gerakan-gerakan seperti Renaisan, antroposentrisme filsafat/pemikiran modern, Reformasi, dan Pencerahan.
Renaisans menyughkan pandangan baru tentang hakikat manusia dengan mencanangkan humanism yang menitikberatkan kesadaran individual ebagai subyek yang otonom.Manusia tidak lagi menganggap dirinya hanya sebagai peziarah di dunia, melainkan sebagai pencipta dunia. Manusia Eropa ketika itu seakan terlahir kembali setelah ribuan tahun tertidur dalam masa Darks Ages. Mereka mengklaim terinspirasi oleh peradaban Yunani-Romawi, yang uniknya mereka warisinlangsung dari peradaban islam yang telah mencapai kejayaan ketika mereka masih dalam Dark Ages.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
  1. Pendasaran Filosofis Menuju Positivisme
Epistimologi Cartesan yang dualistic dan mekanistik terus bertahan menjadi fondasi yang kokoh bagi pengembangan sains hingga kini, tidak saja sains alam namun juga telah merambah sains social dan manusia. Dalam perjalanan sejarah pmikiran dan filsafat modern, banyak kritikan yang ditujukan kepada dualisme Cartesan, namun kritikan itu lebih bersifat reformatif-konstruktif sedemikian rupa sehingga lebih bekemampuan untuk beradaptasi dan dipertahankan. Karena alas an itulah, mengapa tendensi dualisme-mekanistik Cartesan masi berpengaruh mendalam terhadap kebudayaan modernisme
Sebagai contoh kritik konstruktif yang paling terkemuka adalah apa yang dilakukan oleh Imanuel Kant (1724-1804), filsof barat modern yang sangat berpengaruh. Kant melakukan sintesis rasionalisme dan empirisme yang kemudian terkenal melahirkan dualisme kritis atau idealisme transidental
Oleh karena itu, Kant tampil memberikan analisis filosofis yang lebih tajam dan luas daripada yang disajikan Descartes. Kant mensintesis rasionalisme dan empirisme dengan terlebih dahulu melakukan penyelidikan kritis terhadap batas-batas kemampuan rasio. Sikap pertama Kant ini jelas mengikuti cara Descartes yang memulai segala sesuatu dari kesadaran subjek.
Kant mempertajam dualisme dan subjektivisme Descartes sedemikian sehingga lebh sulit untuk dikritik dan ditentang. Ia mentransformasikan semangat Cartesan ke dalam analisis filosofis dengan argument-argumen ontologism dan epistemologis yang jauh lebuh tangguh. Dalam hal ini, Kant mirip dengan Newton. Jika Newton menterjemahkan epistemology Cartesan ke dalam filsafat alam yang mekanistik, maka Kant menstranformasikan subjektivisme dualisme Cartesian ke dalam filsafat kritis.


  1. Budaya Saintisme
Epistemologi Cartesian mampu bertahan dalam pandangan dunia modern setelah melalui pemolesan, perbaikan, dan penajaman sedemikian, sehingga dapat menjadi fondasi bagi kelahiran posivitisme. Positivism adalah titik kolminasi dari semakin independensinya sains terhadap filsafat, sains dari segenap prinsip-prinsip kearifan kemanusiaan. Positivisme menolak segala modus berpikir dan mengetahui yang non linier materialistic, nonmekanistik seraya menganggapnya sebagai ilusi-ilusi dan mitos-mitos yang tak bermakna.
Oleh karena itu, Chalmes menuding saintisme telah menjadi ideology dunia modern. Ia mencontohkan bagaimana psikologi behavioristik salah satu bentuk positivism dalam psikologi telah mendorong perlakuan terhadap rakyat sebagai mesin, begitupun penggunaan yang luas terhadap hasil-hasil studi IQ di dalam system pendidikan yang dibela atas nama ilmiah
Mengenai dominasi budaya saintisme dalam peradaban modern, Roger Trigg menulis:
“ Metode-metode dan penemuan-penemuan sains modern telah mendominasi dunia, dan filsafat hanya dianggap sebagai pelayan sains. Kesuksesan dan kemajuan ilmiah telah diterima begitu saja sebagai kebenaran, dan sains telah dianggap sinonim dengan pengetahuan. Konaepsi dunia ilmiah mendikte apa yang boleh diterima secara filosofis. Karena filsafat diturunkan menjadi peran sekunder, tugas justifikasi praktis sains tidak lagi dianggap esensial. Sains menentukan apa yang dimaksudkan dengan kebenaran, dan tidak ada ruang untuk mempertanyakan apakah sains satu-satunya jalan atau hanya sebuah jalan menuju kebenaran. Metafisika menjadi objek cemoohan.
Setelah membangun system fisika/mekanika yang mekanistik-determenistik dengan membawa kemajuan yang cukup spetakuler, paradigm Cartesan-Newton merambah ke pelbagai bidang studi lainnya. Fisika Cartesian-Newtonian secara bertahap dan pasti menjadi primadona dan ‘ratu sains’ sedemikian rupa, sehingga metodenya yang kyantitatif linier redoksionis pun menjadi model dan rujukan bagi bidang-bidang studi lainnya. 
Berdasarkan uraian tentang prosses hegomonisasi paradigma Cartesan-Newtonian maka sumbangan ilmu pengetahuan berasal dari pengaruh Paradigma Cartesan-Newtonian yang pada akhirnya melahirkan budaya baru yaitu tentang ilmu pengetahuan mulai berkembang di Negara Barat meskipun ada pendapat bahwa Ilmu itu berasal dari para pemikir islam. Kami berpendapat bahwa lahirnya ilmu dibarat karena pengaruh islam ketika berkuasa di Eropa yang seperti ini tidak pernah diangkat oleh para ilmuwan sehingga seakan-akan orang baratlah yang memulainya.



PERKEMBANGAN SAINS DAN IMPLIKASI FILOSOFISNYA

Selama empat ratus tahu  terakhir, kita secara bertahap telah mengadopsi kepercayaan, sains dapat dibangun semata-mata pada gagasan bahwa segala sesuatu tersusun atas materi-terdiri dari atom-atom dalam kehampaan. Kita telah menganut materialisme secara dogmatis, meskipun ia gagal menjelaskan pengalaman-pengalaman terdekat sekalipun dari kehidupan kita sehari-hari. Pendeknya, kita mempunyai paradigma yang tidak konsisten. Keadaan sulit kita ini menuntut kebutuhan akan sebuah paradigma baru, yaitu sebuah pandangan dunia yang akan mengintegrasikan kesadaran dan spirit kedalam sains. Tetapi, paradigma baru itu belum muncul.
(Amit Goswami)

PENGANTAR
Dalam kurun waktu tiga ratus terakhir ini, sejarah mencatat betapa sains modern telah sedemikian progresif dan produktif menghasilkan temuan-temuan ilmiah, yang banyak diantaranya diterapkan dalam dunia praktis. Diantara tumpukan temuan-temuan dunia sains itu banyak pula yang melahirkan pertanyaan-pertanyaan baru mengenai hal ihwal realitas: hakikat alam kosmos, pengertian ruang dan waktu, hakikat materi dan energi atau cahaya, kesadaran manusia, relasi pikiran, dan lain-lain.
Dalam penulisan buku ini , kita perlu mempelajari sejauhmana perkembangan sains modern kontemporer dengan segenap implikasi-implikasi teoritis dan praktisnya, khususnya ditinjau dari perspektif filosofis, yang kesemua  itu dikaitkan  dengan upaya kita membangun paradigma baru alternatif.
Dengan demikian, paradigma baru  tersebut dibangun dengan bahasa yang lebih mudah dipahami opleh dunia sains, yang pada gilirannyadapat lebih bermanfaat bagi mereka.
STUDI BEBERAPA TEORI DAN KONSEP FISIKA DAN BIOLOGI
Pada penulisan buku ini, kita memfokuskan pada perkembangan sains fisika dan biologi.
Pertama, fisika merupakan sains yang paling mendominasi  wacana ilmiah modern selama tigaratus tahun terakhir. Bersama dengan matematika, fisika dapat dikatakan sebagai sains primer yang membentuk wajah dunia meodrn.
Kedua, perkembangan sains fisika cukup menakjubkan dan mengejutkan, karena selain perkembangan yang revolusioner, juga mengarah kepada penggembosan fondasi-fondasi sains modern itu sendiri.
Ketiga, biologi merupakan sains yang juga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan wacana modern melalui konsep-konsep seperti evolusi, rekayasa genetika dan lain-lain.
Keempat, biologi merupakan sains yang terkait dengan sistem-sistem hidup, khsususnya organisme.
Konsep-konsep atau teori-teori sains fisika dan biologi yang akan kita bahas satu persatu adalah :
1.       Teori relativitas (Albert Einstein)
2.       Teori Kuantum (Interpretai Copenhagen)
3.       Fisika bootsrap
4.       Dissipative Structure (Ilya Prigogine)
5.       Biologi Molekuler, Genetika, Neuroscience
6.       Evolusi

KONTINUM RUANG-WAKTU ALAM EINSTEIN
Pada tahun 1915, Albert Einstein mempublikasikan teori relativitas umu (general theory of relativity) setelah sebelumnya tahun 1905, ia mengemukakan teori relativitas khusus (special theory of relativity).
Dalam kosmologi Einstein, waktu  tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang absolut, tetapi derajatnya sama seperti ruang yang relatif. Ini berarti besaran waktu bergantung pada kerangka acuan atau konteks.
Konsep ruang waktu yang diajukan Einstein itu sangat revolusioner dan mengubah cara berfikir orang tentang alam semesta saat ini. Alam Newton yang menempatkan ruang dan waktu sebagai dua entitas yang terpisah dan absolut digoyahkan oleh konsep ruang waktu Einstein ini.
Teori relativitas Einstein tidak hanya mengubah cara pandang orang tantang ruang waktu. Teori itu juga berimplikasi kepada perubahan cara pandang kita terhadap dinamika alam raya.
Yang mengagumkan dari kosmologi Einstein adalah bahwa alam semesta bukanlah suatu bangunan mati dan abadi  dimana materi bebas ditempatkan dalam ruang waktu yang bebas (independen), melainkan suatu kesinambungan amorf tanpa bentuk arsitektur  yang tetap, plastis dan selalu berubah sesuai dengan perubahan dan distorsi. Dimanapun ada materi dan gerakan, kesinambungan terganggu. Seperti juga seekor ikan yang berenang  dilaut menggerakkan air disekelilingnya, demikian juga suatu bintgang, komet, atau galaksi merusak geometri ruang-waktunya.

TEORI KUANTUM LENYAPKAN DUALISME SUBJEK-OBJEK
Tak lama setelah Einstein mencetuskan gagasan revolusionernya melalui teori relativitas umum, para fisikawan terkemuka juga mendeklarasikan apa yang disebut sebagai interpretasi Kopenhagen. Tokoh-tokoh ilmuan yang berpengaruh besar terhadap arah perkembangan fisika itu adalah Max Born, Heisenberg, Niels Bohr. Mereka mengemukakan beberapa prinsip teori kuantum yang menarik perhatian sekaligus mengejutkan para ilmuan.
Mengingat luasnya ruang lingkup teori kuantum, maka dalam pembahasan ini kita membatasi diri pada gagasan-gagasan pokok teori kuantum yang berimplikasi filosofis, baik secara ontologis maupun epistemologis. Menurut Heisenberg , teori kantum tidak saja mengubah pehaman kita terhadap raelitas (ranah ontologis) atau relais pengetahuan kita dengan objek yang diketahui (ranah epistemologis), tetapi juga menuntut cara berfikir yang baru, dan pada gilirannya juga mengharuskan perubahan-perubahan yang besar dalam konsep-konsep dan term-term bahasa seperti ruang dan waktu, materi, partikel, gelombang, energi, dan lain-lain.

PRINSIP KETIDAKPASTIAN DAN KOMPLEMENTER
Prinsip ketidakpastian merupakan salah satu Interpretasi Kopenhagen yang menghebohkan banyak ilmuan, karena prinsip ini menyatakan bahwa kita tidak akan pernah dapat mengetahui dengan pasti kondisi suatu sistem kuantum sehingga tidak mungkin memprediksi kebolehjadian memperoleh hasil-hasil tertentu dari sebuah eksperimen.
Asas ketidakpastian Heisenberg mempunyai implikasi yang sangat dalam pada cara kita memandang dunia. Asas ini mengisyaratkan berakhirnya impian Laplace akan suatu teori sains, suatu model jagat raya yang sama sekali bersifat deterministik. Kita tidak saja tidak dapat meramalkan masa depan peristiwa-peristiwa dengan eksak, bahkan, mengukur keadaan masa kini jagat raya pun kita hanya dapat berharap kebolehjadian suatu peristiwa pada saat observasi.
IMPLIKASI – IMPLIKASI FILOSOFIS
Ian Barbour berpendapat bahwa terdapat dua gagasan sentral tentang implikais filosofis yang dikemukakan teori kuantum, yaitu :
1.       Peran subjek / pengamat
2.       Pandangan holisme
Menurut Morris Berman, implikasi filosofis yang paling utama dari teori kuantum adalah tidak ada sesuatu apapun yang independen  dari pengamat. Kesadaran kita, perilaku kita, menjadi bagian eksperimen, dan tidak ada batasan yang jelas antara subjek dan objek.
Implikasi filosofis yang kedua dari teori kuantum adalah tumbuhnya kesadaran bahwa keseluruhan lebih besar dari jumlah bagian-bagian; bahwa keseluruhan realitas sama sekali tidak dapat dipahami melalui analisis bagian-bagian secara terpilah.
Tuntutan berpandangan holistik dikemukakan secara sistematis dan gamblang oleh fisikawan David Bohm melalui karyanya  Wholeness and the Implicate Order (1980).  Bohm menunjukkan bahwa dalam sudut pandang ilmu pengetahuan mutakhir, seluruh realitas tidak dapat lagi dipandang sebagai bagian-bagian yang terpilah melainkan sebagai satu keseluruhan yang utuh.

FISIKA BOOTSTRAP : REALITAS SEBAGAI JARINGAN
Perkembangan fisika mutakhir tengah menuju pemaduan teori relativitas dan teori kuantum dalam suatu teori partikel subatom yang lengkap. Salah satu teori yang telah berhasil dalam menggambarkan keterpaduan itu adalah teori S-matriks.
Menurut Capra, landasan filosofis  dari teori S-matriks tersebut dikenal sebagai pendekatan “bootsrap”. Adalah Geoffrey Chew yang mengusulkan nama itu pada awal dasa warsa 1960-an, dan bersama para fisikawan lainnya, ia telah menggunakan nama itu untuk mengembangkan suatu teori yang komprehensif tentang partikel yang berinteraksi dengan kuat, bersama-sama dengan suatu filsafat alam yang lebih umum. Menurut filsafat bootstrap ini, alam tidak bisa direduksi menjadi entitas pokok, seperti balok-balok materi bangunan, tetapi harus dipahami secara menyeluruh melalui konsistensi dirinya.
DISSIPATIVE STUCTURES : SISTEM TAPAL BATAS HIDUP – MATI
Deskripsi sistem-sistem yang mengatur diri sendiri yang detail, pertama dan barangkali paling berpengaruh adalah teori dissivate structures yang dikemukakan oleh Ilya Prigogine, seorang fisikawan-kimiawan kelahiran Russia.
Terobosan krusial terjadi pada Prigogine selama dsawarsa 1960-an, ketika ia menyadari bahwa sistem yang jauh dari ekuilibrium harus digambarkan dengan persamaan-persamaan non linier.
Penemuan Prigogine ini seakan memaksa kita untuk menganggap sistem-sistem kimia sebagai sistem hidup. Satu-satunya alasan yang tertinggal mengapa sistem –sistem kimia  itu tidak dianggap hidup adalah bahwa sistem-sistem itu tidak mereproduksi atau membentuk sel-sel.

BIOLOGI MOLEKULER : MENUJU INTERAKSI PIKIRAN-TUBUH
Keterkaitan ilmuan kepada biologi molekuler ini didorong oleh hipotesis yang dikembangkan oleh schrodinger. Ia menjelaskan gen sebagai substansi fisik yang konkret dan mengembangkan suatu hipotesis  yang pasti tentang struktur  molekul gen. Menurut Captra, Schrodinger adalah orang pertama yang menyatakan bahwa gen dapat dipandang sebagai pembawa informasi yang terstruktur  fisiknya sesuai dengan rangkaian elemen didalam suatu rekaman kode turunan. Captra menjelaskan bahwa penemuan molekul-molekul DNA sebagai balok-balok fundamental bangunan hidup oleh para ilmuan biologi molekuler belum dapat menolong mereka memahami tindakan-tindakan terpadu yang vital dari organisme hidup.
Program biologi molekuler dan genetika, dalam satu hal , telah selesai. Tetapi, kita kembali kepada persoalan  yang belum terpecahkan. Bagaimana suatu organisme yang terluka bisa melakukan regenerasi menjadi struktur yang sama persis sebagaimana yang dimiliki sebelumnya.

EVOLUSI MENUNTUT KREATIVITAS DAN PANDANGAN HOLISTIK
Pada tahun 1859, Darwin menerbitkan On the Origin of Species, sebuah buku yang berpengaruh besar terhadap cara pandang sarjana, ilmuan, dan orang awam. Teori Darwin ini disebut juga evolusi spesies, karena ia berfokus padfa substansi materi spesies yang berubah atau dipaksa beradaptasi oleh lingkungan eksternal; suatu pandangan yang kemudian  ditentang oleh banyak kalangan seperti teolog, filsuf, dan ahli biologi.
Capra menegaskan adanya semacam sisi perkembangan yang dilupakan atau tak terhitungkan dalam pandangan Darwinisme, yaitu perkembangan kreatif dari struktur-struktur dan gungsi-fungsi baru dari sebuah organisme tanpa adanya tekanan lingkungan. Hal inilah yang merupakan manifestasi potensi untuk keunggulan diri yang inheren didalam organisme hidup. Jadi, karakteristik sentral proses evolusi sebagaimana proses kehidupan adalah kreatifitas, bukan adaptasi.
Dengan demikian, dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa teori evolusi menuntut cara pandang yang holistik dan kompleks agar pelbagai perkembangan proses evolusi itu dapat dipahami.

REKONSILIASI KESADARAN DAN MATERI

Langkah pertama untuk mengatasi paradikma Cartesian-Newtonian, seraya menawarkan paradikma baru yang holistik adalah menyelesaikan problem dualisme. Karena keterpilahan antara kesadaran dan materi demikian besar pengaruhnya dalam manusia modern.
Dualisme adalah salah satu akar persolan utama yang mengkarakteristik pelbagai problem dan krisis global peradaban modern. Untuk menyelesaikan problem dualisme ini banyak melibatkan sarjana, pemikir, filusuf, budayawan, ilmuwan, baik Barat maupun Timur dan Islam.  Tokoh-tokoh fenomenologi dan eksistensialisme telah tampil dalam pemikiran filosofis utukn mengatasi problem klasik yang kian akut itu, meskipun sejauh pengetahuan penulis belum bisa menjawab persoalan terpokok dari dualisme itu sendiri yaitu realisasi kesadaran dan materi, jiwa dan tubuh. Sedangkan akibat-akibat buruk secara praktis dari pandangan dualisme telah mengunadan kritik dan komentar yang tajam dari banyak pemikir dan cendekiawan, diantaranya: Ashley Montagu, Alexis Carrel, ErichFromm, Schumacher, Arnold Toynbee, Roger Garaudy dll.
Penulis memandang bahwa dualisme merupakan problem filosofis yang urgen (perlu mendesak) perlu diatasi agar perbagai konflik teoritis dan praktis dapat dikurangi secara mendasar dan menyeluruh. Bahwa dualisme sebagai problem terbesar pemikiran modern ditandaskan oleh Douglas C. Bowman. Di yakininya problem klasik, filosofis ini akan akan memberikan jalan strategis bagi peyelesaian pelbagai problem lainnya yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip paradikma Cartesian-Newtoian, seperti mekanistik determinisme, atomistic-reduksionime, materialism.
Dualisme merupakan problem klasik dalam sejarah filsafat. Plato merupakan  filsuf pertama yang menciptakan paham dualisme. Upaya Plato untuk mendamaikan Heraclitusdan Parmenides bermuara pada pemisahan yang tegas antara dunia  Ide- Universal dan dunia indrawi-temporal, antara episteme dan doxa, antara spiritual dan materi, antara jiwa dan tubuh. Aristoteles menolak paham dualisme, dengan mengajukan teori hylemorphism. Aristoteles berpendapat bahwa segala sesuatu terdiri dari materi dan forma. Forma dan materi tidak terpisahkan dalam satu subtansi, tidak ada materi tanpa forma dan tidak ada forma tanpa materi.
MENCARI MODUS PENYELESAIAN DUALISME YANG TEPAT
Dampak dualisme Cartesian terhadap pemikiran filosofis meurut Muthhari, sangat merugikan. Karena pandangan ini mengharuskan para ilmuwan dan pemikir modern berkesimpulan bahwa setiap kali mereka memikirkan realistis substansif daya hidup, mereka berarti menolok adanya  hubungan substansional dan esensial  anatara kehidupan  (jiwa) dan tubuh  dan menganggapkan dua kutub yang berlawanan . Yang dimaksud Muthahhari adalah upaya untuk menyelesaiakan dualisme secara tidak tepat dan berat sebelah sehingga menimbulkan problem-problemi  baru , Misalnya dengan penolakan eksistensi ruh dan jiwa sebagai subtansi yang indevenden karena mengaggap subtansi jiwa sebagai sumber dualisme, kecendrungan seperti ini melahirkan naturalism , materialism, dan fungsionalisme.
Kecendrungan untuk menolak eksistensi atau realistic substansif jiwa, seperti yang dilakukan oleh epifenomenalisme, materialisme, dan fungsionalisme sama sekali tidak menyelesaikan problem dualisme.
Perkembangan sains mutakhir memang makin membuka kelemahan kelemahan dualisme Cartesian. Menurut Barabour, umumnya ilmuwan sekarang tidak menerima dualisme jiwa-tubuh, pikiran-otak. Ia mengatakan dualisme itu masih dipertahankan secara teologis dan filosofis dari pada secara ilmiah, Ia berkesimpulan bahwa dualisme dengan sendirinya telah terpecah dengan capaian temuan-temuan mutakhir di dunia ilmiah.
Penemuan-penemuan sains  mutakhir memang sangat bermamfaat sebagai bahan masukan, namun tanpa melalui analisis filosofis yang tepat, temuan-temuan itu hanyalah data-data mentah yang tidak bisa sama sekelai menyelesaikan masalah masalah dualisme.
GERAK TRANS-SUBSTANSIAL MANYATUKAN KESADARAN MATERI
Tabel 2, Perbedaansistem-sistem ontology Plato, Aristoteles,Descartes dan Mulla Shadra

Titik tolak
 Konsep dasar
 Jiwa-Badan 
Gerak
PLATO
ARISTOTELES
DESCARTES
MULLA SHADRA
Ide Universal
Dua dunia
Dualisme
Semu
Entitas Partikular
Substansi-aksiden
Hylomorphisme
Aksidental
Enitas-corgito
Dua substansi
Dualisme
Aksidental
Eksistensi
Kesatuan eksistensi
Gradasi eksistensi
Substansial -aksiden


Dari table diatas jelas sekali perbedaan sistem ontology Shadra dengan sistem sistem ontology yang lainnya, Plato memulai peneledikan ontologinya dengan ide universal, Aristoteles dari Enititas-enititas benda-benda konkrit, Descartes dari Enitas-corgito, dan Shadra langsung pada jantung realitas yaitu eksistensi. Dikaitkan dengan tema tesis, maka dapat dikatakan bahwa ontology Aristoteles dan Descartes  (meskipun pendekatannya berbeda) mewakili paradigm mekanisti, dan ontology Shadra mewakili paradigm Holistik
Peralihan ontology Aristotelean ke ontology Shadra sebagai pegeseran paradigm, . dapat dilihat dalam sekema  dibawah ini
Peralihan dari
Ontologi enititas Aristoteles  = = = > ontology eksistensi Shadra mewakili pergerakan:
Paradigma mekanistik-atomistik = = = > paradikma Holistik


KESIMPULAN DAN KOMENTAR
1.       Bahwa Paradigma Cartesan-Newtonian berpengaruh terhadap pemikiran para ilmuwan barat sehingga melahirkan paham-paham dan ilmu praktis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusai untuk memenuhi kebutuhannya meskipun sebenarnya ada pengaruh dari para ilmuwan islam.
2.       Lahirnya paham Cartesan-Newtonian mendorong manusia untuk menguasai ilmu pengetahuan melalui sebuah empiric atau penelitian karena untuk membuktikan kebenaraanya. Namun paham tersebut akhirnya dapat mempercepat kerusakan di muka bumi.
3.       Bagi seorang pendidik dapat menjadi rujukan dalam berpikir secara empiris sehingga ketika memiliki permasalahan dalam pendidikan maka dalam penyelesaian masalah akan melalui tahapan-tahapan dalam sebuah penyelesaian maka akan didapatkan hasil yang lebih baik sehingga dapat meingkatkan mutu pendidikan di masa yang akan dating.
4.       Bahwa Pemaparan beberapa teori, konsep, dan temuan pokok sains mutakhir yang tertulis dalam buku ini, sebagaimana yang kita lihat, satu persatu menggugat dan menumbangkan asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip dasar pandangan dunia mekanistik-reduksionis, atau yang kita sebut sebagai paradigma Cartesian-Newtonian.
5.       Bahwa setiap teori dan temuan sains yang dikemukakan memiliki konsekuensi-konsekuensi  dan implikasi-implikasi filosofis.
6.       Seorang ilmuan khusunya para scientist seharusnya membaca buku ini agar memiliki pandangan yang utuh tetang sains dan perkembangannya serta bagaimnana implikasi filosofisnya. Hal inilah yamg memang kita hendak peroleh sebagai bagian dari upaya kita dalam merekonstruksi paradigma baru yang holistik.

 Resumed by
Mr. Nagtimin
Mr. Abd. Wahab Syahrani
Mr. Sariko
Paradigma Holistik Written by : Husain Haryanto
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Dosen : Hasby Sjamsir